Sebagaisaudara, teman atau tetangga, biasanya jika ada yang melahirkan maka berbondong-bondong lah kita untuk datang dan mengucapkan selamat. Karena anak karunia Allah dan sekaligus tertitip harapan di hati semoga menjadi orang yang shalih dan sholeha. Menimang sang bayi dan mendo'akannya. Merupakan kebiasaan yang baik. Tapi kadang perbuatan baik tersebut ternodai dengan kata ( maksudnya hanya Bagaimanatidak, tanpa sengaja sang anak mendengar ibunya diam-diam selama ini selalu membanding-bandingkan dirinya dengan sang adik. Bahkan sang ibu juga dengan tega menghina dan merendahkannya Adapunlintasan pikiran dan bisikan hati, apabila tidak ditetapkan dan tidak keterusan berada dalam diri pelakunya, maka hukumnya dimaafkan menurut kesepakatan para ulama. Karena munculnya kejadian ini di luar pilihan darinya. Dan tidak ada celah baginya untuk menghindarinya. (Al-Adzkar, jilid 1 halaman 345). Semoga bermanfaat. Membuka mata, Melihat Dunia: Hati-Hati! 12 Game Populer ini Ternyata Telah Menghina Islam | Membuka Mata - Melihat Dunia Eps11 Cinta Bernoda Darah Karya Kho Ping Hoo Suara itu sudah berada tepat di belakang punggungnya, seakan-akan siluman itu telah hinggap di atas punggung. Ia mengeraskan hatinya dan qod3n. MENCELA AGAMA ISLAM KARENA MARAH, SALAH UCAP ATAU TIDAK SENGAJATidak diragukan lagi istihza’ menghina agama Islam, menghina Allâh Azza wa Jalla , menghina Rasûlullâh, menghina al-Qur’an atau syari’at Islam adalah perbuatan dosa besar yang bisa menyeret pelakunya menjadi kafir dan dihukumi murtad. Namun, bagaimana jika ucapan penghinaan itu terucapkan dalam kondisi sangat marah atau terlontar karena salah ucap atau tidak bermaksud menghina? Apakah tetap dihukumi murtad?Berikut kami bawakan jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut di DALAM KEADAAN MARAH Jika ucapan penghinaan itu terucapkan dalam kondisi sangat marah sehingga membuatnya tidak menyadari ucapannya bahkan tidak menyadari dimana dia sedang berada, maka ketika itu ucapannya tidak berkonsekuensi hukum. Orang ini tidak dijatuhi vonis murtad atau kafir. Karena ucapan itu terlontar begitu saja, tanpa ia sadari dan tanpa ada kesengajaan untuk mengucapkannya. Semua ucapan yang terlontar begitu saja tanpa diawali dengan keinginan dan kesengajaan, maka Allâh Azza wa Jalla tidak akan menyiksa orang yang berucap dengan sebab ucapannya itu. Allâh Azza wa Jalla berfirmanلَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌAllâh tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud untuk bersumpah, tetapi Allâh menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang disengaja untuk bersumpah oleh hatimu. dan Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyantun [Al-Baqarah/2225]Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirmanلَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَAllâh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud untuk bersumpah, tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja QS. Al-Maidah/589Namun, jika seseorang merasa dirinya sudah mulai emosi dan marah, seyogyanya dia segera menurunkan tensi amarahnya dengan wasiat Rasûlullâh n ketika ada seseorang yang berkata kepada Beliau Shallallahu alaihi wa sallam , “Berilah wasiat kepadaku!” Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaلاَ تَغْضَبْJanganlah kamu marah! Beliau Shallallahu alaihi wa sallam mengulangi beberapa kali, “Janganlah kamu marah!”Hendaklah dia menjaga dirinya, dengan memohon perlindungan kepada Allâh Azza wa Jalla dari segala bisikan syaitan yang terkutuk. Jika dia emosi dalam keadaan berdiri, segeralah duduk. Jika dia dalam posisi duduk, hendaklah segera berbaring. Jika emosi kian membara, lawanlah dengan berwudhu’.Langkah-langkah di atas bisa menghilang kemarahan dari seseorang. Jika tidak, penyesalanlah yang akan menghampiri. Betapa banyak orang yang didera rasa sesal yang begitu mendalam setelah melampiaskan kita semua senantiasa dalam perlindungan Allâh Azza wa Jalla .ISTIHZA TANPA TUJUAN MENCELA ATAU ISTIHZA KARENA SALAH UCAP Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ketika ditanya tentang orang yang tidak sengaja mencela agama atau salah ucap, antara hati dan lidahnya berbeda, beliau t menjelaskan, “orang yang mencela agama maka dia telah kafir, baik dia benar-benar memang sengaja mencela ataupun hanya sekedar untuk bergurau, kendatipun dia masih menganggap dirinya seoang Mukmin. Sejatinya dia sudah bukan Mukmin lagi. Bagaimana dia mengaku beriman kepada Allâh Azza wa Jalla , kitab-Nya, rasul-Nya dan agama-Nya sementara ia melakukan celaan terhadap agama-Nya?Bagaimana dia mengaku beriman, sementara lisannya mencela agama yang Allâh Azza wa Jalla jelaskan dalam firman-Nyaوَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًاDan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. [Al-Mâidah/53]Allâh Azza wa Jalla juga berfirman tentang Islam iniوَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَBarangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. [Ali Imrân/385]Juga berfirmanإِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُSesungguhnya agama yang diridhai disisi Allâh hanyalah Islam. [Ali Imrân/319]Orang yang sengaja mengucapkan kata celaan terhadap agama ini, baik dia bersungguh-sungguh untuk mencela ataupun sekedar untuk bersenda gurau, maka dia telah kafir, keluar dari agama Islam. Dia wajib bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla .Alhamdulillah, agama ini telah sempurna, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًاPada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. [Al-Maidah/53]Agama ini juga merupakan karunia teragung dari Allâh Azza wa Jalla untuk para hamba-Nya, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla di ada seseorang yang mencelanya, meskipun sekedar bergurau, maka dia dihukumi kafir. Dia wajib bertaubat, menarik diri dari semua yang dia perbuat dan kembali mengagungkan agama ini dalam hatinya, sehingga dia beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla dengannya dan tunduk kepada Allâh Azza wa Jalla dengan menjalankan syari’at agama mengenai orang yang salah ucap sabqun lisan, misalnya, dia ingin memuji agama ini, tapi dia salah ucap, justru yang terucap kalimat celaan, maka orang yang seperti ini tidak hukumi kafir. Karena dia tidak sengaja mengucapkan celaan itu, berbeda dengan orang yang sengaja mengucapkan kalimat celaan, meskipun untuk tujuan bergurau. Orang yang sengaja berucap ini sudah ada niatan dalam hatinya untuk mengucapkannya, sehingga hukumnya disamakan dengan orang yang memang benar-benar mencela. Sedangkan yang tidak sengaja berucap, tidak terbetik dalam hatinya untuk mengucapkannya, sehingga ketika terucap kata celaan, maka celaan itu tidak hadits shahih dijelaskan tentang sebuah kisahلَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ، مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَأَيِسَ مِنْهَا، فَأَتَى شَجَرَةً، فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا، قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ، فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا، قَائِمَةً عِنْدَهُ، فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ، أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِSungguh Allâh Azza wa Jalla lebih bahagia dengan taubat seorang hamba ketika dia bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla dibandingkan kebahagiaan yang dirasakan oleh seseorang yang sedang berada disebuah tanah tandus gurun, lalu hewan tunggangannya itu hilang, padahal bekal makanan dan minumannya berada pada hewan tersebut. Akhirnya ia berputus asa. Lalu dia mendatangi sebatang pohon, dia berbaring dibawah bayangan pohon tersebut dalam keadaan putus asa. Ketika dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba hewan tunggangannya yang carinya itu ada didekatnya. Melihatnya, dia bergegas memegang tali kekang hewan tunggangannya itu kemudian karena sangat bahagianya, dia mengatakan, “Wahai Allâh! Engkaulah hambaku dan akulah Rabbku.” Dia salah ucap karena saking gembiranya.”[1]Orang ini tidak disiksa, karena ucapan yang terlontar tidak sengaja diucapkan, terlontar begitu saja karena terlalu gembira. Ucapan seperti ini tidak membahayakan orang yang harus membedakan antara sengaja atau tidak sengaja mengucapkan dengan sengaja atau tidak sengaja menghina. Karena dalam masalah ini, para pencela itu terbagi menjadi tiga tingkatanOrang yang sengaja mengucapkan dan sengaja mencela. Ini dia berarti benar-benar mencela, sebagaimana celaan yang dilakukan para musuh Islam terhadap yang sengaja mengucapkan kalimat celaan tapi tidak bermaksud mencela, misalnya untuk tujuan candaan, bukan bermaksud mencela. Orang seperti ini hukumnya sama dengan orang yang pertama. Dia dihukumi kafir, karena apa yang dia lakukan itu adalah penghinaan dan yang tidak sengaja mengucapkan kalimat celaan, apalagi bermaksud mencela. Celaan yang keluar dari mulutnya, terlontar begitu saja, tanpa ada niatan mencela sama sekali. Orang yang seperti inilah yang tidak akan disiksa karena ucapannya yang terlontar. Allâh Azza wa Jalla berfirmanلَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌAllâh tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud untuk bersumpah, tetapi Allâh menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang disengaja untuk bersumpah oleh hatimu. dan Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyantun [Al-Baqarah/2225]TAUBAT ORANG YANG MELAKUKAN PENCELAAN Perbuatan istihzâ’ pencelaan terhadap agama Allâh Azza wa Jalla , atau mencela Allâh dan Rasul-Nya atau mencela dua-duanya adalah perbuatan kufur yang menyebabkan pelaku murtad keluar dari agama Islam. Namun meski demikian, kesempatan bertaubat tetap terbuka bagi orang yang melakukan penistaan tersebut. Allâh Azza wa Jalla berfirmanقُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُKatakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Az-Zumar/3953]Jika seseorang yang telah melakukan perbuatan apa saja yang bisa menyebabkan dia murtad lalu dia bertaubat dengan taubat nasuha yang memenuhi lima syarat, maka taubatnya akan diterima oleh Allâh Azza wa Jalla .Lima syarat taubat itu adalah Pertama; Ikhlas karena Allâh Azza wa Jalla dalam taubatnya. Maksudnya, yang mendorong dia untuk bertaubat itu bukan riya’ supaya dilihat orang, sum’ah supaya didengar orang, bukan pula karena takut kepada makhluk ataupun mengharapkan dunia. Jika dia mengikhlas taubatnya untuk Allâh Azza wa Jalla dan yang mendorongnya untuk bertaubat adalah ketakwaannya kepada Allâh Azza wa Jalla , takut terhadap siksa-Nya dan keinginan untuk meraih pahala dari-Nya, itu berarti dia benar-benar telah Menyesali perbuatan dosa yang telah dia lakukan. Dia mendapati rasa sesal dan perasaan sedih yang mendalam atas perbuatan buruk yang telah dia lakukan dan menganggapnya sebagai sebagai kesalahan besar yang harus dia singkirkan dari Berhenti dari perbuatan dosa, yaitu dengan tidak melanjutkan perbuatan dosa perbuatan dosa itu berupa perbuatan meninggalkan kewajiban, maka dia harus bergegas melakukan kewajiban tersebut dan berusaha mengganti yang telah lewat, jika perbuatan dosa itu berupa melakukan perbuatan yang diharamkan, maka dia harus berhenti dan menjauhkan diri perbuatan dosa itu terkait dengan hak sesama manusia, maka dia harus menunaikan hak itu atau meminta kerelaan orang yang memiliki hak itu untuk Bertekad kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu di masa-masa yang akan Taubat itu dilakukan saat pintu taubat masih terbuka. Jika pintu taubat sudah tertutup, artinya masanya sudah terlewatkan, maka taubatnya tidak akan diterima. Tertutupnya pintu taubat itu ada dua; ada yang bersifat umum dan bersifat bersifat umum yaitu ketika matahari terbit dari arah barat. Ketika itu terjadi, maka taubat dari siapapun tidak akan diterima. Allâh Azza wa Jalla berfirmanهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ ۗ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًاYang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan Malaikat kepada mereka untuk mencabut nyawa mereka atau kedatangan siksa Rabbmu atau kedatangan beberapa ayat Rabbmu beberapa tanda kedatangan hari kiamat. Pada hari datangnya ayat tanda kiamat itu dari Rabbmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. [Al-An’am/6158]Sedangkan yang bersifat khusus yaitu ketika ajal telah datang. Ketika kematian sekaratul maut mendatangi seseorang, maka taubatnya ketika itu tidak bermanfaat sama sekali. Allâh Azza wa Jalla berfirmanوَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًاDan tidaklah taubat itu diterima oleh Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan yang hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, barulah ia mengatakan, Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.’ dan tidak pula diterima taubat orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. [An-Nisa’/418]Menurut syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah , sesungguhnya jika seseorang bertaubat dari dosa apa saja, meskipun itu dosa akibat mencela agama, maka taubat akan diterima, jika telah memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di bermanfaat[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XX/1437H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] HR. Muslim, no. 2747 Home /A5. Penghina Agama dan.../Mencela Agama Islam Karena... Jawaban Waalaumussalaam warahmatuLLahi wabarokaatuh Saudari Marsya yang dirahmati ALLAH SWT Semoga Anda selalu dijaga ALLAH Yang Maha Perkasa dan Maha Penyayang Saudari Marsya tidak murtad yang Anda alami ini adalah bisikan setan was was syetan. Yakinlah dengan firman ALLAH SWT dalam surah An Naas قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ 1 مَلِكِ النَّاسِ 2 إِلَهِ النَّاسِ 3 مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ 4 الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ 5 مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ 6 1. Katakanlah "Aku berlidung kepada Tuhan yang memelihara dan menguasai manusia. 2. Raja manusia. 3. Sembahan manusia. 4. Dari kejahatan bisikan syaitan yang biasa bersembunyi, 5. yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, 6. dari golongan jin dan manusia. Kemudian perkuat diri anda dengan memenuhi dan lakukan dengan sungguh-sungguh beberapa hal ini untuk menghilangkan pengaruh was-was 1, Tidak peduli Obat yang paling mujarab untuk menghilangkan was-was adalah sikap tidak peduli. Tidak mengambil pusing setiap keraguan dari bisikan-bisikan yang muncul. 2, Bersikap kebalikannya Bentuk tidak mempedulikan perasaan was-was dalam hati adalah dengan mengambil sikap kebalikannya. Ini sebagaimana yang disarankan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dalam hadis dari Abbad bin Tamim, dari pamannya, bahwa ada seseorang yang pernah mengadu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang penyakit was-was yang dia alami. Dia dibayangi seolah-olah mengeluarkan kentut ketika shalat. Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا “Janganlah dia membatalkan shalatnya, sampai dia mendengar suara kentut atau mencium baunya.” HR. Bukhari 137 dan Muslim 361. 3. Terus hadapi dengan shabar Untuk bisa menghilangkan penyakit was-was ini, tidak mungkin hanya dilakukan sekali. Perlu banyak latihan dan bersabar untuk selalu cuek dengan keraguan yang muncul. Sampai gangguan itu betul-betul hilang. Al-Iz bin Abdus Salam dan ulama lainnya juga menjelaskan sebagaimana yang telah aku sebutkan. Mereka menyatakan, “Obat penyakit was-was hendaknya dia meyakini bahwa hal itu adalah godaan setan, dan dia yakin bahwa yang mendatangkan itu adalah iblis, dan dia sedang melawan iblis. Sehingga dia mendapatkan pahala orang yang berjihad. Karena dia sedang memerangi musuh Allah. Jika dia merasa ada keraguan, dia akan segera menghindarinya..” Anda yang mengidap was-was sedang berada dalam ujian. Jika perjuangan melawan godaan ini disertai perasaan ikhlas karena Allah dan mencontoh sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam seperti hadis di atas maka insyaaAllah nilainya pahala. 4. Banyak berlindung dari godaan setan Karena godaan ini bersumber dari setan, obat yang tidak kalah penting, banyak berlindung dari godaan setan. Dari sahabat Utsman bin Abul Ash, bahwa beliau mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan mengadukan, Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan telah menghalangi aku dengan shalatku tidak bisa khusyu, dan bacaan shalatnya sampai keliru-keliru.’ Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْهُ، وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا “Itulah setan, namanya Khanzab. Jika engkau merasa sedang digoda setan maka mintalah perlilndungan kepada Allah darinya, dan meludahlah ke arah kiri 3 kali.” HR. Muslim 2203. Utsman mengatakan, Aku pun melakukan saran beliau dan Allah menghilangkan gangguan itu dariku.’ Salah satu diantara usaha melindungi diri dari setan adalah merutinkan dzikir pagi dan sore. Karena salah satu keutamaan merutinkan dzikir ini adalah perlindungan dari semua godaan setan. Bisa rutin membaca zikir al ma'tsurat yang disusun oleh Hasan Al Banna. Yakinlah segala cobaan bisa dilalui, segala rintangan mampu dilewati. Badai pasti berlalu. Kalau berkenan saya bisa bantu ruqyah lewat hp. Hubungi no 081703379748. Semoga Anda selalu mendapat perlindungan ALLAH SWT WaLLAHU a'lam bishshowaab - Selamet Junaidi Banyak di antara manusia yang mengalami lintasan pikiran, entah itu menghina Allah, Rasulullah, agama, bahkan lintasan yang mengarah kepada kekafiran. Akan tetapi hal ini sebenarnya pernah juga terjadi kepada sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan para sahabat mengadukannya kepada baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu berkata, bahwa ada sekelompok sahabat mendatangi baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu mereka berkata إِنَّا نَجِدُ فِي أَنْفُسِنَا مَا يَتَعَاظَمُ أَحَدُنَا أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ، قَالَ وَقَدْ وَجَدْتُمُوهُ؟» قَالُوا نَعَمْ، قَالَ ذَاكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ» Kami menjumpai dalam diri kami lintasan yang sangat berat bagi kami untuk mengucapkannya.’ Beliau bertanya kepada mereka “Benar kalian menjumpai perasaan itu?” Itu bukti adanya iman. HR. Muslim, hadits no. 132. Dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda يَأْتِي الشَّيْطَانُ أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ كَذَا، مَنْ خَلَقَ كَذَا، حَتَّى يَقُولَ مَنْ خَلَقَ رَبَّكَ؟ فَإِذَا بَلَغَهُ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ وَلْيَنْتَهِ Setan mendatangi kalian dan membisikkan “Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu?” sampai akhirnya dia membisikkan “Siapa yang menciptakan Tuhanmu?” jika sudah demikian, segeralah minta perlindungan kepada Allah, dan berhenti tidak memikirkannya. HR. Bukhari, hadits no. 3276. Dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda إنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لأُمَّتِي ما حَدَّثَتْ بِهِ أنْفُسَها ما لَمْ تَتَكَلَّم بِهِ أوْ تَعْمَلْ Sesungguhnya Allah mengampuni untuk umatku terhadap apa yang terlintas dalam hatinya, selama tidak diucapkan atau dikerjakan. HR. Muslim, hadits no. 127. Imam An-Nawawi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Adzkar قالوا وسواءٌ كان ذلك الخاطِرُ غِيبة أو كفراً أو غيرَه، فمن خطرَ له الكفرُ مجرّد خَطَرٍ من غير تعمّدٍ لتحصيله، ثم صَرفه في الحال، فليس بكافر، ولا شئ عليه Para ulama mengatakan, baik bisikan itu berupa ghibah, atau kekufuran, atau yang lainnya. Siapa yang terlintas dalam hatinya kekufuran, dan hanya sebatas lintasan tanpa sengaja muncul, kemudian segera dia hilangkan, maka dia tidak kafir, dan tidak bersalah sedikitpun. Al-Adzkar, jilid 1 halaman 345. Ketika lintasan buruk muncul di pikiran seorang muslim, maka 2 hal yang harus dia lakukan 1. Berlindung kepada Allah dengan mengucapkan Ta’awudz dan jangan dihiraukan Dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda يَأْتِي الشَّيْطَانُ أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ كَذَا، مَنْ خَلَقَ كَذَا، حَتَّى يَقُولَ مَنْ خَلَقَ رَبَّكَ؟ فَإِذَا بَلَغَهُ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ وَلْيَنْتَهِ Setan mendatangi kalian dan membisikkan “Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu?” sampai akhirnya dia membisikkan “Siapa yang menciptakan Tuhanmu?” jika sudah demikian, segeralah minta perlindungan kepada Allah, dan berhenti tidak memikirkannya. HR. Bukhari, hadits no. 3276. Dia membaca Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah. Terus menerus membaca ta’awudz sebanyak-banyaknya sampai lintasan buruk tersebut hilang dari pikirannya. Setelah ta’awudz, jangan hiraukan lintasan pikiran tersebut. Biarkan saja dan jangan dipikirkan. Apalagi sampai mencari dalil tentang lintasan pikirannya tersebut, hanya buang waktu saja, karena lintasan buruk tersebut dari setan yang bertujuan menyesatkan manusia. Untuk itu jangan digubris ataupun mencari tau tentang lintasan pikiran tersebut. Imam An-Nawawi rohimahullah menuqil perkataan Imam Al-Maziri sebagaimana disebutkan di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim قَالَ الْإِمَامُ الْمَازِرِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ ظَاهِرُ الْحَدِيثِ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُمْ أَنْ يَدْفَعُوا الْخَوَاطِرَ بِالْإِعْرَاضِ عَنْهَا وَالرَّدِّ لَهَا مِنْ غَيْرِ اسْتِدْلَالٍ وَلَا نَظَرٍ فِي إِبْطَالِهَا Imam Al-Maziri berkata Zahir hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk menghilangkan lintasan pikiran itu dengan berpaling dan tidak menghiraukannya, tanpa mencari-cari dalil atau merenungkan bantahan untuk menilai salahnya lintasan itu. Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 2 halaman 155. InsyaAllah akan hilang dengan izin Allah apabila disertai dengan membaca ta’awudz. 2. Tidak diucapkan dengan lisan Dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu berkata, bahwa ada sekelompok sahabat mendatangi baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu mereka berkata إِنَّا نَجِدُ فِي أَنْفُسِنَا مَا يَتَعَاظَمُ أَحَدُنَا أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ، قَالَ وَقَدْ وَجَدْتُمُوهُ؟» قَالُوا نَعَمْ، قَالَ ذَاكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ» Kami menjumpai dalam diri kami lintasan yang sangat berat bagi kami untuk mengucapkannya.’ Beliau bertanya kepada mereka “Benar kalian menjumpai perasaan itu?” Itu bukti adanya iman. HR. Muslim, hadits no. 132. Jika dia mendapat bisikan atau terlintas hal yang buruk dalam pikirannya, baik lintasan pikiran yang menghina Allah, Nabi, agama ataupun perkataan yang mendorong kepada kekufuran, maka tidak boleh diucapkan, karena apabila dia mengucapkannya dan dia sadar ketika mengucapkan itu, maka dia bisa menajdi kafir disebabkan mengucapkan kalimat yang mengarahkan kepada kekufuran. Namun, apabila lintasan pikiran buruk tersebut ada dalam pikirannya, maka Imam An-Nawawi rohimahullah mengatakan bahwa dia dimaafkan. Imam An-Nawawi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Adzkar فأما الخواطر، وحديث النفس، إذا لم يستقرَّ ويستمرّ عليه صاحبُه فمعفوٌ عنه باتفاق العلماء، لأنه لا اختيارَ له في وقوعه، ولا طريقَ له إلى الانفكاك عنه Adapun lintasan pikiran dan bisikan hati, apabila tidak ditetapkan dan tidak keterusan berada dalam diri pelakunya, maka hukumnya dimaafkan menurut kesepakatan para ulama. Karena munculnya kejadian ini di luar pilihan darinya. Dan tidak ada celah baginya untuk menghindarinya. Al-Adzkar, jilid 1 halaman 345. Semoga bermanfaat. Penulis Fastabikul Randa Ar-Riyawi Baca juga konsultasi muslim dan konsultasi agama via whatsapp Islam adalah agama yang penuh dengan kasih sayang. Al-qur’an adalah cerminan dari akhlak Rasulullah. Di dalam al-qur’an terdapat salah satu akhlak Rasulullah yaitu mengucapkan kata-kata yang baik dalam berhubung sosial atau sesama orang lain. Rasulullah pun mengajarkan agar kita tidak mencela agama lain dan saling ini menjadi sebuah peringatan bagi kita semua khususnya dengan banyaknya dai-dai muda yang terkadang secara sengaja maupun tidak sengaja menjelekkan agama lain dalam تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ فَيَسُبُّوا اللهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan” QS Al-An’am 108.Dalam ayat ini, Al-Qur’an mengajak umat Islam menunjuk akhlak terpuji. Diantara seruan Al-Qur’an adalah meninggalkan mencaci agama lain. Dalam islam menghina tuhan agama lain merupakan suatu hal yang sangat dilarang. Karena dapat menimbulkan kerusakan yang besar. Bukan hanya untuk dirinya sendiri namun juga terhadap Allah SWT. Karena islam mengajarkan kita untuk saling menghormati. Berikut penjelasan Muhammad ath-Thanthawi menafsirkan“Wahai orang beriman, janganlah kalian mencaci sesembahan orang-orang yang menyekutukan Allah, karena tentunya mereka akan mencaci agama kalian yang benar sebab ketidaktahuan mereka atas agama kalian”.Ulama ahli tafsir dari Tunisia yang lahir pada 1296 H atau 1879 M, bernama Syekh Ibnu Asyur, sudah mensinyalir ada diantara Kaum Muslimin yang bermaksud membela Islam tapi kebablasanﻭﺇﻧﻤﺎ ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ ﻟﻐﻴﺮﺗﻬﻢ ﻋﻠﻰ اﻹﺳﻼﻡ ﺭﺑﻤﺎ ﺗﺠﺎﻭﺯﻭا اﻟﺤﺪ ﻓﻔﺮﻃﺖ ﻣﻨﻬﻢ ﻓﺮﻃﺎﺕ ﺳﺒﻮا ﻓﻴﻬﺎ ﺃﺻﻨﺎﻡ اﻟﻤﺸﺮﻛﻴﻦ“Umat Islam -karena semangatnya terhadap Islam, terkadang di antara mereka melewati batas hingga kebablasan, mereka pun mencaci maki tuhan-tuhan orang yang menyembah selain Allah. ﺭﻭﻯ اﻟﻄﺒﺮﻱ ﻋﻦ ﻗﺘﺎﺩﺓ ﻗﺎﻝ ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ ﻳﺴﺒﻮﻥ ﺃﻭﺛﺎﻥ اﻟﻜﻔﺎﺭ ﻓﻴﺮﺩﻭﻥ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻓﻨﻬﺎﻫﻢ اﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺴﺒﻮا ﻟﺮﺑﻬﻢ»“Thabari meriwayatkan dari Qatadah bahwa dahulu orang-orang Islam mencaci maki tuhan-tuhan orang kafir, maka mereka membalasnya. Kemudian Allah melarang mencaci maki mereka agar tidak membalas.At-Tahrir wa Tanwir 3/428 Ayat tersebut adalahوَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik perbuatan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” QS Al Anam 108 .Alasan Dilarang Menghina Agama LainAlasan untuk kita tidak menghina agama lain adalah karena perbuatan tersebut merugikan diri kita sendiri. Tentunya sangat merugikan bagi umat islam. Yang mana agama lain akan membalas dengan mencaci agama Islam. Sementara Al-Qasimi memahaminya bahwa selama ditakutkan non muslim akan mencaci Allah, Rasulullah, dan Al-Qur’an. Maka wajib bagi orang Islam untuk tidak mencaci sesembahan non muslim beserta itu, mufasir lainnya seperti As-Suyuthi berpendapat dalam Al-Asybah Wa Nadhair bahwa amar makruf nahi munkar dapat gugur ketika perbuatan tersebut justru mengakibatkan marabahaya yang lebih besar. Laranan memaki agama lain diturunkan karena makian akan berbuah makian pula. Ayat tersebut menjelaskan, “karena mereka nanti akan memaki Allah”.Ibnul Qoyyim dalam I’lamul Muwaaqi’in menjelaskan ayat di atas“Allah melarang kita mencela tuhan-tuhan orang musyrik dengan pencelaan yang keras atau sampai merendah-rendahkan secara terang-terangan karena hal ini akan membuat mereka akan membalas dengan mencela Allah. Tentu termasuk maslahat besar bila kita tidak mencela tuhan orang kafir agar tidak berdampak celaan bagi Allah sesembahan kita. Jadi hal ini adalah peringatan tegas agar tidak berbuat seperti itu, supaya tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih parah.”Toleransi IslamIslam merupakan agama toleran. Sikap muslim terhadap kaum kafir nonmuslim sangat jelas“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” QS Al-Kafirun 6Salah satu manfaat toleransi dalam islam adalah terhindar dari permusuhan atau perpecahan. Agar kita dapat mewujudkan hidup damai dan kita dapat meningkatkan kualitas iman kita. Dan kita dapat mencerminkan kemuliaan agama yang berdakwah, Islam memberikan panduanادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ“Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” QS. An Nahl 125.Prinsip Nabi Saw dalam berdakwah adalah dengan lemah lembut dengan madh’u orang yang didakwahi walau mereka orang Arobi pernah berbicara tentang ayat berikut ini, Allah Ta’ala berfirmanوَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik” QS. Al Ankabut 46.Kesimpulan PembahasanDemikian pembahasan tentang hukum mengina agama lain. Dan mengapa islam dilarang keras untuk menghina agama lain. Selain islam memiliki kewajiban untuk saling menghormati. Islam pun menjaga kemuliaan untuk Allah SWT. Larangan ini juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerusakan besar antar kita harus pintar memilah agar tidak saling menyakiti meskipun kita berbeda Agama. Kita wajib menanamkan toleransi sesama beda agama. Jika kita telah menjalankan tugas seperti yang diwajibkan didalam Al-Qur’an, maka hidup kita akan tenang, nyaman dan saling menyayangi sesama makhluk hidup. Sebagai saudara, teman atau tetangga, biasanya jika ada yang melahirkan maka berbondong-bondong lah kita untuk datang dan mengucapkan selamat. Karena anak karunia Allah dan sekaligus tertitip harapan di hati semoga menjadi orang yang shalih dan sholeha. Menimang sang bayi dan mendo’akannya. Merupakan kebiasaan yang baik. Tapi kadang perbuatan baik tersebut ternodai dengan kata maksudnya hanya canda yang tidak seharusnya keluar dari mulut kita. “Kok anaknya jelek? Tidak seperti ibunya.” Atau kata, “ Anaknya cakep, ayahnya jelek, keturunan darimana ini?” Atau, “hidungnya mancung, tapi…” Banyak lagi kata yang biasanya ditanggapi dengan senyum atau tertawa yang menandakan, bahwa yang disinggung tak merasa itu sebuah kejelekan. Karena memang kata-kata itu sepertinya sudah lumrah untuk dikatakan oleh sebagian orang setiap bertemu dengan anak-anak. Tak ada masalah, karena yang melempar dan dilempar kata sama-sama maklum. Padahal siapa sih yang ingin jelek? Semua orang pasti ingin berwajah cantik atau ganteng. Ingin postur tubuh atau secara fisik sesuai dengan standar apa yang berlaku di mata kita. Tidak ada yang ingin dikatakan jelek atau kurang baik. Apa yang ada di tubuh kita atau bentuk apa pun yang kita miliki inginnya itu lah yang terbaik nilainya di hadapan orang lain. Tapi kita sebagian orang sering kali terlupa, bahwa apa pun yang kita punyai atau pun orang lain miliki, semuanya adalah diciptakan sesuai dengan “kemauan” sang Pencipta tubuh kita. Kita tidak berhak memberi nilai minus untuk setiap ciptaan-Nya. Karena semuanya pasti ada hikmah yang tersembunyi. Mari kita buka kembali lembaran suci Al-Qur’an dan lihat lah firman Allah Swt. pada surah Al-At-Tiin ayat 4 , “ Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Allah sendiri memuji ciptaan-Nya dan kita sebagai hamba yang sering kali membacanya, tapi kadang lupa dengan terpleset lidah. Kita tak menyadari, sedikit demi sedikit hal negatif dari lingkungan kita tertanam di otak, dan menyadari itu ada hal yang wajar. Alias semuanya tahu, itu hanya canda. Padahal canda atau apapun kata yang dikeluarkan dengan tujuan membuat segar suasana, tidak seharusnya kita menghina Allah walau tak menyadari . Walau lingkungan menganggap itu biasa, tapi bagi kita yang beriman, tidak seharusnya terikut arus “pembiasaan” . Karena perbuatan itu tak seharusnya turut kita lakukan. Dan perbuatan yang kurang terpuji itu, bila sangat memungkinkan harus kita “cerahkan” dengan memberikan alasan yang bisa mereka terima dengan baik. “.. saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran”. Al-Ashr – ayat 3 Sengata, Halimah Taslima Forum Lingkar Pena FLP Cab. Sengata [email protected]

tidak sengaja menghina allah dalam hati